“Saat hatiku berkali-kali disakiti dan
lukaku sudah begitu dalam. Aku masih mencoba untuk tetap terlihat tegar, aku masih berusaha bersikap seolah tak pernah
terjadi apa-apa. Tapi mengapa begitu aku ceroboh sedikit. Kesalahanku tampak
begitu besar dimatamu..
Rasanya begitu sakit, saat melihat perlakuanmu padaku. Aku bisa
mengerti kalau memang aku berbuat salah. Tapi aku tak bisa paham dengan sikapmu
padaku. Seolah aku tak pantas bersamamu meski sudah berusaha meminta maaf.”
Kenapa ya selalu
begitu?? Kebanyakan orang hanya ada saat kita bahagia, saat kita berguna bagi
mereka, saat kita masih berkilauan. Tapi mereka tak kelihatan saat kita
mengalami kesulitan, sedih, putus asa, dan kegagalan. Mereka hanya mau menerima
kelabihan kita, tapi tidak dengan kekurangan kita. Memang tak semua begitu,
tapi saat ini sangat sulit mencari teman yang bisa ada untuk kita disetiap
saat. Kalau pun ada pasti sulit menemukannya. Ibarat mencari jarum ditumpukan
jerami.
Harus saya akui, kalau saya adalah
tipe orang yang terlalu menggunakan perasaan, sensitif ( atau tepatnya cengeng
). Saya lebih suka memendam perasaan daripada mengutarakannya secara
terang-terangan. Ketika masalah terjadi, saya lebih suka memndam sendiri,
karena menurut saya ketika saya mencoba membicarakannya kata “sepakat” tidak
akan ada kecuali yang bersangkutan memang mau menyelesaikannya dengan jalan
damai.
Nah, saat saya
mendapat masalah atau merasa kecewa, saya akan berusaha membuang rasa sedih
itu. Saya akan berusaha menata hati lagi. Jadi, besoknya saya bisa ceria
kembali. Seringkali cara itu berhasil buat saya melalui masalah yang terjadi. Jika
masalahnya terlalu rumit, airmata selalu jadi teman setiaku untuk menghabiskan
malam. Dan keesokan harinya, saya akan kembali tampil ceria ( meski dengan mata
sembab dan bengkak ). Tiap masalah yang kuhadapi berusaha kuselesaikan sendiri,
meski harus memendam ego, aku berusaha untuk mengalah.
Yang membuat saya tak
bisa menahan airmata, kenapa ketika kita membuat kesalahan sedikit saja, selau
menjadi masalah besar dimata orang. Bahkan dimata mereka yang sudah dianggap
saudara sendiri?? Terkadang saya berpikir itu tak adil. Kenapa saat orang
melkukan kesalahan dengan mudah saya dapat memaafkan?? Kenapa disaat saya
bersalah, justru perlakuan yang tidak menyenangkan yang saya dapatkan?? Akhirnya
saya harus sadar sendiri. Setiap pribadi itu berbeda, cara pandang pun pasti
berbeda. Tak setiap perlakuan baik kita akan dibalas dengan baik pula. Bukan mereka
yang menjadi masalah. Tapi bagaimana saya menilai mereka dari sudut pandang
saya dan terus berpikir positif. Sehingga saya dapat mengerti mereka ( meski
selalu tersakiti ). Saya harus sadar, bahwa tak semua yang terjadi akan sesuai
dengan keinginan saya dan saya harus dapat mengontrol diri agar tak semakin
jauh jatuh dalam juruang keputusasaan. Saya harus dapat menjadi pribadi yang
kuat dan selalu belajar dari semua kejadian yang saya hadapi.
Saya akan dan selalu berusaha menyikapi semua yang terjadi
dengan positif untuk kemudian menggunakannya sebagai proses pendewasaan diri..
Semoga saya bisa…
:)